sungguh, ini adalah suatu kesalahan.
Hei,
aku terpikir sesuatu seraya mencoba
mencari bulan malam ini.
Malam yang sepi, kau tahu? Bintang
gemintang tak sedikitpun hadir batang
hidungnya. Bulan pun tak ingin muncul.
Aku menghela napas. Sekali,
dua kali.
Aku familiar dengan keadaan ini.
Tidak, ini tidak baik. Aku memejam,
berusaha menyingkirkan perasaan yang
semakin mekar dalam dada ini.
Kau tahu, sejujurnya aku berharap ada
yang ikut mencari bintang. Duduk di
sebelahku, menengadah ke langit
dengan ekspresi penuh harap. Lantas
ikut menghela napas kecewa, lantaran
apa-apa yang dicarinya tidak ada di
atas sana. Namun ia akan tersenyum.
Bukan senyum paksaan, melainkan
senyum melepaskan.
Aku akan berhenti menengadah juga.
Aku akan mengalihkan pandangan,
menatap kedua netra yang menjebakku.
Dan aku akan tersadar, bahwa disanalah
bintang-bintang itu berada. Dalam
netramu yang indah dan memuakkan.
Dan aku akan terpaku. Hatiku mencelos,
menyadari perasaan yang sedari tadi
mekar telah merengkuhku utuh,
menyayat seperti duri, mustahil
untuk dihindari.
Aku akan menjadi seorang pembohong.
Aku ingin lebih. Ekspresimu yang
melembut. Sensasi kulitmu yang
bersentuhan dengan kulitku. Gelenyar
kehangatan yang lama kurindukan.
Dua insan, berdiri termangu saling menatap
yang tak lebih dari fantasi bodoh seorang pemimpi.
Dan aku akan terbangun. Sepasang netra
dengan rasi bintang. Gurat senyum yang
tulus. Permukaan kulit yang halus,
berdenyar hangat. Perasaan aneh
yang menenggelamkan.
Kamu hanyalah sebuah lelucon kosmik dalam semestaku.
Tapi aku adalah pembual. Pembohong. Pemimpi.
Dengan senang hati aku terima
itu semua. Dengan air mata, kupeluk
semua khayalan konyol ini.
Aku rindu.
-Jakarta, 8 April
The way you play with words.. Ever thought about entering a writing contest?
BalasHapusI've joined a couple times but I haven't won any, hehe
Hapus